Selasa, 05 November 2013




Nilai Sesungguhnya

Sejak seseorang menginjak bangku sekolah, pasti akan kenal dengan yang namanya nilai akademik, mungkin tidak untuk anak selevel TK atau playgroup. Orang akan merasa bangga ketika di rapor ada angka 90 atau 95 syukur syukur 100. Kalau dulu masih zaman SD anak anak akan sangat malu jika menemui angka merah di raporya. Kalau zaman sekarang nilai merah itu di sebut KKM. Malu meskipun pada satu lembar berikutnya ada barisan penghargaan sepanjang daftar belanjaan ibu di supermarket. Malu meskipun kolom kolom organisasi itu penuh nama dan jabatan organisasi mereka. Masih malu karena nilanya merah. Sampai sampai bingung kenapa demikian. Banyak yang bilang “ saya sudah belajar, tapi gitu gitu terus”. Apalagi nilai merah itu masih tetap ada di penghujung ujian. Bingung setengah mati pastinya. Semua guru mata pelajaran akan ikut dibingungkan untuk menaikan nilainya melebihi nilai minimal. Belajar tanpa henti. Sedia kopi di meja belajar. Doa tiap malam sambil menangis. Sampai sampai di catat apa yang mau di minta ke Tuhan. Panjang sekali catatannya melebihi daftar belanjaan. Tapi pertanyaaannya kenapa baru sekarang? Kenapa baru belajar ketika sadar akan kelulusan?
Tidak ada yang salah dengan belajar keras. Gak ada yang salah dengan mendapatkan nilai yang cukup syukur syukur sempurna. Gak ada yang salah jika aktif tanya ke guru tentang nilai akademik kita. Toh hal itu sangat bermanfaat nantinya untuk mejamin stabilitas kita dalam belajar, dan pastinya nilai yang bagus dan stabil akan sangat cukup utuk mendapatkan universitas impian bagi pelajar SMA. 
Terus dimana letak kesalahannya? Tentu kita tahu yang berlebihan pasti tidak baik. Demikian juga dengan berlebihan belajar, berlebihan meminta, berlebihan memikirkan. Saking berlebihannya mungkin bisa membawa ke hal negatif. Seperti hilangnya kejujuran, kebersamaan,keterbukaan, dan rasa saling kasih. Hal hal sepenting itu justru mulai hilang di penghujung masa sekolah.

Hal hal yang seharusnya justru didapatkan karena mungkin tidak akan ada lagi di masa mendatang. Apa yang salah dengan pelajar paling senior di jenjang SMA ini? Kenapa hanya ada angka angka tanpa makna di pikiran mereka. Akankah mereka menjadi heyna yang buas yang menakhlukan satu sama lain. Wajarkah itu?
Nilai akademik dalam sistem pendidikan Indonesia sangat diprioritaskan. Baik itu nilai UAN,UAS,dan nilai nilai lainnya. Tes seleksi sekolah semua sudah canggih. Tinggal kirimkan berkas nilai lalu akan ada pengumuman sebulan atau beberapa minggu setelahnya akankah pendaftar diterima atau tidak. Sama pentingnya seperti pelajar SMA yang berusaha keras meningkatkan nilainya agar masuk ke universitas pilihan melaui jalur SNMPTN. Jika nilai turun sedikit saja, pasti akan muncul hujatan hujatan masa lalu. Mulai dari menyalahkan organisasi karena membuat  konsentrasi belajar turun, menyalahkan guru karena tidak jelas menerangkan, atau langsung memutuskan kekasih yang dia anggap sebagai pengalih fokus. Semua di anggap salah.
Berbagai cara pun dilakukan untuk meningkaatkan nilai. Dari cara yang bijakana seperti belajar terjadwal, mencatat semua materi yang di berikan oleh guru, belajar kelompok, browsing soal soal untuk ujian. Sampai cara yang kotor seperti membuka buku saat ulangan, mencontek tugas teman, tidak menginformasikan jadwal ulangan harian kepada teman temannya,sampai sampai kejahatan psikologis juga dilakukan. Tidak sungkan mereka menjatuhkan mental teman dengan memuji nilai teman namun akhirnya menghujat nilai yang di dapatkan temannya, mengaku bahwa  ia bodoh  meski nilai yang di dapat nyaris  100. Hal ini bukan lagi pemandangan aneh di kalangan pelajar kita. Sudah membudaya sehingga kontrol seperti apapun tidak akan mempan.
Tidak hanya siswa atau siswi yang ikut menyebarkan budaya kotor tersebut. Guru pun punya andil dalam menyebarkan budaya ini. Mungkin tidak semua sekolah begitu, tapi sebagian sekolah mempunyai guru yang mungkin nyambi jadi mata mata jawaban ujian siswa sekolah lain. Seperti yang pernah saya alami sewaktu ujian nasional saat masih SMP.

Saat itu ada seorang guru yang daripenampilannya semua orang akan hormat kepadanya. Beliau adalah pengawas UAN SMP. Beliau melarang kami menyontek. Tapi tiba tiba salah seorang teman saya dipaksa untuk memberikan jawabannya. Sontak saya kaget. Diam lalu merenung. Tadi itu guru apa intel sewaan pelajar kaya diluar sana yang malas belajar?
Ki Hajar dewantara pernah berkata bahwa “ pendidikan umumnya berati daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect), dan jasmani anak anak selaras dengan alam dan masyrakatnya”.  Namun setelah kita lihat kenyataan yang terjadi saya jadi berpikir dua kali. Jangan jangan pelajar SMA sekarang yang akan lulus sebentar lagi yang telah mengenyam dunia pendidikan bertahun tahun justru belum tahu apa makna pendidikan sebenarnya. Atau mereka salah pengertian bahwa pendidikan ialah tempat memancing nilai untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, atau berpikir bahwa pendidikan ialah ajang untuk membesarkan nama dan status sosial seseorang dengan cara membuktikan pada dunia bahwa ia peringkat pertama, mendapatkan universitas keren, dan di anggap pintar dengan cara memajang rapornya yang penuh niai 100.
Budaya ini yang salah. Harusnya para tetua kita menanamkan pengertian pendidikan sebelum kita di bangku sekolaah. Meyakinkan pada kita bahwa pendidikan itu bukan ajang mencari kesuksesan dengan nilai tinggi. Andaikan  mereka benar benar paham makna sekolah sebenarnya, mungkin tidak akan ada tragedi curang dalam ujian, berlebihan dalam belajar, ingin menang sendiri,dan ambisi yang berlebihan.
Saya mempunyai pengalaman pribadi yang telah membuka mata saya bahwa nilai itu bukan segalanya. Ada salah seorang guru dengan kepibadian sederhananya mengungkap nilai kehidupan yang amat dalam buat saya. Pas sekali untuk saya karena status saya yang saat ini sebagai pelajar galau. Beliau dengan gaya khasnya berkata bahwa “ nilai itu penting, tapi gak penting penting amat”.  Nilai itu penting tapi bukanlah suatu prioritas.

Beliau bercerita bahwa dulu beliau termasuk siswa yang kurang pintar. Nilainya terendah sekelas dan nyaris tidak lulus. Dengan kenyataan seperti itu semua orang akan berpikiran bahwa beliau sia-sia saja sekolah kalau tidak dapat apa-apa. tapi anggapan orang orang itu salah. Justru beliau mendapatkan sesuatu yang bahkan tidak didapatkan oleh siswa siswi angkuh dengan nilai 100 dirapornya. Beliau mendapatkan nilai yang lebih sempurna dari nilai rapor pelajar pintar lainnya. Beliau mendapatkan nilai kehidupan yang teramat besar dari sekolah. Nilai yang masih sangat berlaku untuk hidup kedepannya. Nilai yang tidak hilang begitu saja maknanya setelah mendapatkan universitas pilihannya. Beliau mendapatkan nilai kejujuran, nilai kebersamaan, nilai persahabatan, nilai kasih sayang, nilai tolong menolong, dan nilai nilai yang jarang ditemukan para pelajar yang tidak ingin membuka diri pada dunia indah yang sebenarnya yang telah di siapkan alam pada jenjang SMA.
Saat ini beliau telah sukses dalam berkarier. Lebih sukses dari teman temannya yang dulu mempunyai nilai akademik nyaris sempurna. Nilai nilai kecil yang terkadang disepeelekan itulah yang membuat beliau gampang melewati cobaan hidup.
Kita tidak bisa menyalahkan pelajar SMA yang masih memburu nilai. Karena mungkin faktor psikologis yang tertekan membuat mereka buta akan makna belajaar sesungguhnya. Itu tadi sedikit cerita yang memperkuat keyakinan saya bahwa nilai akademik bukan segalanya. Memang perlu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, namun tidak seharusnya dijadikan prioritas yang paling utama sehingga lupa keindahan masa SMA yang sejatinya. Sukses itu bukan karena nilai akademik. Sukses itu bukan karena meraih nilai 100 di setiap semesternya. Sukses itu bukan menjadi anak yang bisa mengalahkan temannya untuk menjadi juara kelas. Sukses itu bukan menghalalkan segala cara untuk mendapatkaan hasil yang maksimal. Karena sesungguhnya sukses itu menyertai orang orang yang berusaha dengan optimal. Yang percaya mereka bisa dengan kemampuan yang dimilikinya.


Guru mengaji saya sering menjelaskan tentang bagaimana cara untuk mendapatkan kesuksesan dalam hidup. Yakni dengan cara berdoa dan berusaha. Berdoa disisni tidak boleh diartikan denganberdoa yang berlebihan. Memohon yang berlebihan kepada Tuhan dosa hukumnya. Itu layaknya mendikte Tuhan. Memohon-mohon kepada Tuhan agar memberikan nilai 100,menempatkan kita pada universitas terbaik di Indonesia, meminta agar dijadikan peraih nilai terbaik saat UAN. Tidak salah sebenarnya. Yang salah jika di sertai embel-embel kalau tidak terkabual saya akan begini dan begitu. Mengancam Tuhan itu namanya. Alangkah baiknya jika kita berdoa agar Tuhan memberikan jalan yang terbaik untuk kita. Tidak semua doa dikabulkan. Karena akan disesuaikan pada kita.
Dalam berusaha juga demikian. Kita berusaha yang optimal saja. Berusaha sesuai kemampuan. Tapi bukan berarti bermalas-malasan. Karena kita sadari bahwa malas bukanlah kata sifat yang cocok untuk semua orang. Apalagi untuk  yang akan menghadapi UAN dan tes seleksi ke perguruan tinggi.
Jadi, sebagai seorang pelajar khususnya siswa siswi kelas 3 SMA yang nantinya akan menghadapi tes seleksi masuk ke perguruan tinggi, nilai itu penting namun jangan dijadikan prioritas yang bisa membuat kita lupa makna sekolah itu sendiri. Masih banyak nilai kehidupan yang harus kita pelajari. Nilai nilai yang mampu mengiringi langkah kita dikehidupan selanjutnya. Belajarlah yang baik dan sesuai kewajaran. Begitu juga berusahalah untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan jalan yang baik dan benar. Jalan yang tidak akan merugikan banyak orang. Jalan yang justru bisa mengajak pelajar lainnya pada kesuksesan yang hakiki. Sebaiknya pelajar sekarang mulai menyuarakan misi-misi untuk mengubah kebudayaan pelajar Indonesia yang kotor menjadi kebudayaan yang indah. Kebudayaan jujur, percaya diri, kerjasama, dan optimis. Kelak jika misi ini berhasil maka dunia pendidikan di Indonesia tidak akan menjadi suram ataupun menjadi hantu untuk pelajarnya. Justru akan menjadi ladang ilmu yang dengan suka cita semua akan berduyun duyun mencarinya dengan perasaan ikhlas dan bahagia. 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar